Pada tanggal 11
September 2012, jam telah menunjukkan angka 10 siang. Pada hari itu, sejarah
akan ditoreh di Stadion Utama Riau, tempat pembukaan Pekan Olahraga Nasional
XVIII. Di ruang antara pintu II dan III, sebanyak 1.700 orang pendukung
pembukaan PON, sibuk menyiapkan diri. Para penari sudah menggunakan kostumnya
dan sudah pula ber-make up. Ruangan
yang lumayan luas dengan pendinginan yang kurang, penuh sesak dan pengap.
Teriakan, tawa, percakapan terus mengalir seperti di pasar, namun tidak
mengurangi semangat pendukung pembukaan PON untuk memberi yang terbaik untuk
negeri ini. Padahal pembukaan akan digelar pada malam hari, pukul 19.30 WIB.
Hari itu
(Selasa, 11 Setembe 2012), merupakan hari untuk memperlihatkan pekerjaan mereka
yang sudah di mulai sejak Januari lalu. Pekerjaan yang tentu tidak mudah. Mulai
dari menggarap konsep sampai menuangkan konsep tersebut menjadi seni
pertunjukan yang memikat. Tema yang digusung pun merupakan perwujudan dari
kebudayaan Melayu Riau, maka ‘Kasih Sayang Air’ merupakan wajah Melayu Riau
dari masa ke masa.
Inilah Riau
dengan empat sungai besarnya (Sungai Siak, Sungai Kampar, Sungai Rokan dan
Sungai Indragiri), menjadi satu kekuatan. Dari sungai ini, kehidupan
orang-orang Melayu Riau terus bergerak, sehingga sampai sampai zaman modern.
Kekeluargaan, kasih sayang, kelembutan, merupakan filosofi air yang menjadi
bagian terpenting masyarakat di Riau ini.
OK Nizami Jamil,
Al Azhar, Taufik Ikram Jamil, Iwan Irawan, Dandun Wibawa, Rino Rezapati, Onggo,
Fedli, Willy F dan dibantu teman-teman seniman Riau lainnya, adalah orang-orang
menukangi gagasan tersebut menjadi seni pertunjukan malam itu. Sejak bulan
Januari, tim ‘Kasih Sayang Air’ ini telah bekerja. Mereka tidak kenal lelah, terus
berpikir supaya pementasan ini sukses. Dengan semangat yang mengebu-gebu untuk
memberikan yang terbaik dalam pembukaan PON ini, mereka pun bekerja.
Sempat diterpa
‘angin tidak sedap’ karena pergelaran mereka akan diambil alih oleh orang
Jakarta, tim kreatif tidak patah arang. Mereka terus bekerja. Mengumpulkan
ribuan pendukung pementasan, mereka lakukan. Latihan terus mereka lakukan,
namun pada pertengahan latihan, mereka harus menghentikan latihan. Simpang siur
dan tidak adanya kejelasan, memaksa mereka memutar otak untuk menampilkan karya
seni berbasis budaya lokal Riau di Pembukaan PON ini.
Semangat, itulah
modal mereka terus bergerak dan pada akhirnya ada kepastian itu. Setelah
kepastian mereka dapatkan, tim kreatif kembali bekerja. Tidak
tanggung-tanggung, selama bulan puasa, mereka juga tetap latihan sampai 4 hari
menjelang lebaran. Setelah 4 hari lebaran, mereka kembali melakukan latihan. Semangat
yang dimiliki tim kreatif, mengalir ke seluruh pendukung pementasan. Pendukung
pementasan seakan tidak kenal lelah, tetap latihan dan latihan.
Kerja keras tim
kreatif dan seluruh pendukung pementasan, pada malam Selasa tanggal 11
September 2012 dapat dinikmati pada pembukaan PON XVIII. Jadilah pembukaan PON
XVII berwajah ‘Kasih Sayang Air’ yang bercerita tentang kehidupan orang Melayu
Riau. Empat sungai besar di Riau, zapin, nyanyian panjang, syair, permainan
anak-anak Riau muncul silih berganti selama 24 menit di Stadion Utama Riau. (
bersambung)
Membangkitkan
Semangat Lokalitas
Menyadari bahwa
kebudayaan (seni) menjadi identitas di zaman modern ini, maka perhelatan Pekan
Olahraga Nasional (PON) XVIII merupakan ‘lahan’ memunculkan kebudayaan
tempatan. Dengan semangat menggusung kebudayaan Melayu sebagai identitas Riau,
tim kreatif ‘Dalam Kasih Sayang Air’ memunculkan peradaban masyarakat Riau yang
berada di 4 sungai besar di Riau ini.
Untuk merangkul
peradaban masyarakat 4 sungai besar Riau menjadi seni pertunjukan menarik dan
memiliki filosi, dipercayailah Taufik Ikram Jamil untuk membuat skenarionya.Penjabaran
skenario di panggung (lapangan stadion) ditunjuk Al Azhar sebagai sutradara
dibantu Willy F. sebagai assisten sutradara. Tentu saja untuk pementasan klosal
di stadion dengan melibatkan ribuan pendukung memerlukan orang-orang ahli di bidangnya.
Iwan Irawan Permadi, koreografer (penata tari) terkemuka di Riau, ditunjuk
menggarap tarian. Iwan Irawan dibantu koreografer muda Riau, seperti Nanda,
Vivin, Ison dan lainnya, tak kenal lelah mencurahkan kemampuan mereka kepada
penari yang berasal dari siswa-siswi SMA se Pekanbaru.
Zuarman Ahmad,
Rino Dezapati, Zalfandri (Matrock) dan Anggara Satria, bertungkus-lumus pula
menyiapkan musik dalam pementasan tersebut. Fedli Aziz, Rina Nazaruddin dan
Novi dipercaya mengolah teater. Pembuatan properti dikerjakan Iwan Donna dan
Saho Riau. Sementara itu, untuk multimedia agar pementasan ini bertambah
memikat, dikerjakan oleh Onggo.
Pekerja seni
yang tergabung ‘Dalam Kasih Sayang Air’ pembukaan PON XVIII, terus bekerja
mengolah konsep pertunjukan menjadi seni pertunjukan yang memiliki identitas
kemelayuan. Hal ini penting dilakukan, karena event bersekala nasional seperti
PON, tiap daerah, apalagi sebagai tuan rumah, harus menampilkan ciri khas
daerahnya. Kebudayaan (seni) merupakan wajah masyarakat yang mendiami suatu
daerah. Dalam seni pertunjukan, seperti ‘Dalam Kasih Sayang Air’, membangkitkan
kehidupan dan semangat masyarakat Melayu Riau dari masa ke masa.
Rintangan demi
rintangan, tidak menyurutkan semangat budayawan dan seniman Riau yang tergabung
tim ‘Dalam Kasih Sayang Air’. Mereka terus mengalir seperti air dan menyapa
rintangan dengan kelembutan, sehingga sampailah pada tanggal 11 September 2012,
pergelaran itu ‘terbentang’ di Stadion Utama Riau.
Arogansi
Jakarta
‘Bau
tak sedap’ yang ujungnya akan dikibuli oleh pihak event organizer (EO) dari
Jakarta yang menangani pembukaan PON ini, sudah tercium sejak awal oleh tim
‘Dalam Kasih Sayang Air’. Hal ini disadari ketika tim budayawan dan seniman
Riua, mengajak Quantum Solex Internasional (EO dari Jakarta) membahas senarai
acara di Taman Budaya Riau seminggu sebelum pembukaan PON. Pihak EO tidak hadir,
padahal mereka sudah meminta konsep garapan tim dari Riau.
Setelah
dikontak beberapa kali, akhirnya pihak EO datang. Perbincangan membahas senarai
acara pun dimulai. Pertemuan itu tarasa ganjil, ketika pihak EO meletakkan
pergelaran ‘Dalam Kasih Sayang Air’ di awal acara dan meminta pergelaran itu di
potong durasinya. Tim budayawan dan seniman
Riau tidak mau memotong lagi karena sebelumnya sudah di potong dan dipercepat
tempo pergelaran atas permintaan EO juga. Selain itu, kalau dipotong ataupun
dipercepat lagi temponya, garapan ini akan kehilangan maknanya. Akhirnya
pemotongan ataupun mau mempercepat tempo tidak jadi, namun pegelaran ini tetap
di awal acara, dimulai pukul 19.30 WIB. Ketika pergelaran ini dibentangkan pada
tanggal 11 Sepetember 2012 yang lalu, di stasiun televisi swasta yang memiliki
hak siar, pergelaran ‘Dalam Kasih Sayang Air I’ tidak disiarkan, karena stasion
televisi swasta tersebut menayangkan pembukaan PON XVIII pukul 20.00 WIB.
Arogansi
pihah EO Jakarta ini juga terasa pada jelang acara pembukaan. Ruangan antara
pintu 2 dan 3 yang diperuntukkan untuk pendukung ‘Dalam Kasih Sayang Air’
berjumlah ribuan pendukung itu, mau dipindahkan oleh pihak EO. Ruangan itu akan
dipergunakan oleh penari dari Jakarta yang berjumlah 400 orang. Tentu saja
keinginan EO ditantang habis-habisan oleh tim ‘Dalam Kasih Sayang Air’. Sebab
ruangan itu sudah ditempati pendukung dari Riau dua hari yang lalu atas permintaan
EO juga. Tim Riau bersikap keras dan hasilnay mereka tetap menempati ruang
tersebut.
Dan
pada pergelaran pembukaan PON XVIII di Riau, pergelaran ‘Dalam Kasih Sayang
Air’ bagian awal tidak disiarkan di stasion televisi swasta nasional. Namun
demikian, pendukung pergelaran ‘Dalam Kasih Sayang Air’ tetap semangat. Menjunjung
budaya Melayu Riau, tidak perlu dengan merajuk dan patah arang. Berbuat dan
berkarya untuk Riau jauh lebih penting.