Kamis, 25 Oktober 2012

Nilai Nasionalisme dan Kebangsaan Dalam Budaya Lokal


Karya seni dihasilkan dari pengamatan para seniman atas peristiwa yang terjadi di lingkungannya. Peristiwa-peristiwa tersebut diolah melalui pikiran dan perasaan, sehingga karya seni yang dihasilkan merupakan respon seniman terhadap lingkungannya. Para pakar seni menyatakan, bahwa karya seni merupakan semangat zaman dimana karya seni itu dihasilkan.
Di Provinsi Riau, karya seni sejak dari dulu, merupakan media untuk menyampaikan pesa kepada masyarakat. Ini bisa dilihat dari seni petunjukan tradisional di Riau. Teater tradisional Makyong misalnya, selain sebagai hiburan, di dalamnya juga banyak memuat pesan-pesan berbakti kepada negeri, saling membantu satu dengan yang lainnya, berbuat baik dan pesan-pesan moral lainnya.  Pesan-pesan yang disampaikan dalam karya seni tidak memaksa. Penikmat diajak berpikir untuk memilah mana yang baik dan mana yang buruk berdasarkan kultur mereka. Para dasarnya, karya seni merupakan tiruan dari kenyataan yang terjadi dan sebagai santapan rohani untuk mencintai negeri ini lebih dalam lagi.
Untuk merekam sekaligus menyosialisasikan rasa nasionalisme dan kebangsaan melalui seni pertunjukan, Badan Kebangsaan Politik Lingkungan Masyarakat (Kesbangpollimas) Provinsi Riau menggelar kegiatan dengan tema Sosialisasi Nasionalisme dan Kebangsaan Melalui pertunjukan Seni Buadaya Melayu 2012. Dalam kegiatan ini ditampilkan bermacam karya seni pertunjukan yang berasal dari kebupaten/kota di Provinsi Riau.
Pegelaran karya seni dalam rangka sosialisasi ini berlangsung dua kali pergelaran. Pergelaran pertama pada tanggal 20 Okotober 2012 yang lalu. Pada pergelaran pertama,  sebanyak enam perwakilan seni kabupaten, ditambah satu mewakili Provinsi Riau, dipegelarkan di Laman Bujang Mat Syam, Bandar Seni Raja Ali Haji. Pergelaran kedua akan berlangsung pada tanggal 28 Oktober nanti.
Pada tanggal 20 Oktober kemarin, bertepatan hari Sabtu, pegelaran seni pertunjukan dalam rangka sosialisasi nasionalisme dan kebangsaan yang ditaja Badan Kesbangpollimas ini, dimulai dengan tarian yang dibawakan oleh perwakilan Kabupaten Kampar. Tarian berjudul Bogagajo (Bujang Gateh Jo Gadih Jongket) mengisahkan senda gurau pemuda-pemudi kampung dalam mengisi waktu sengang mereka setelah menjalankan pekerjaan. Tarian ini memperlihatkan bahwa pemuda-pemudi harus saling berbagi untuk keharmonisan kampung. Bukankah negeri ini dibangun oleh pemuda-pemuda yang saling menimbang rasa.
Pementasan kedua dipegelarkan tarian berjudul Cegak Latah dari Kabupaten Rokan Hulu (Rohul). Tarian ini menceritakan perjuangan kaum muda dalam mempertahankan tanah mereka dari serangan musuh (penjajah). Dengan berpijak tarian tardisi Rohul, tarian ini memperlihatkan ketegaran pribumi berjuang dengan sekuat tenaga, sehingga negeri tercinta ini dapat berdiri dengan kokohnya.
Tiga pementasan teater berturut-turut dipegelarkan. Dari Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), membentangkan pementasan teater berjudul ‘Arti Penting Kesehatan’. Dalam pementasan ini memperjelaskan bahwa kesehatan merupakan faktor terpenting untuk membangun negeri ini. Untuk itulah, pementasan ini ingin mengokohkan bahwa generasi muda harus mengisi aktivitas mereka dengan pikiran yang jernih, sehingga mereka tidak tersesat dalam pergaulan yang dapat merugikan mereka sendiri.
Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) mementaskan kerya seni teater berjudul Mahkota Kebudayaan. Dalam cerita ini, pesan yang disampaikan bahwa kebudayaan lokal memiliki kekuatan untuk mencintai negeri ini lebih dalam lagi. Sementara itu Kabupaten Pelalawan mementaskan teater berjudul terdampar, yang mengisahkan keteguhan prajurit mempertahankan tanah kelahiran mereka, walaupun penderitaan mendera mereka dalam perjuangan.
Dua garapan musik, yaitu dari Kabupaten Kuansing, dan perwakilan Provinsi Riau. Kedua garapan musik ini menguatkan bahwa kekuatan lokalitas (daerah Riau) mampu diolah menjadi kekuatan masa kini dalam mengisi kehidupan dan membangkitkan semangat mencitai negeri.
Pada tanggal 28 Oktober nanti, akan dipegelarkan enam seni pertunjukan yang berasal dari enam kabupaten/kota Provinsi Riau. Keenam kabupaten/kota itu, Kota Pekanbaru, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kota Dumai, Kabupaten Bengkalis, dan Kabupaten Kepulauan Meranti.           

Baca Selanjutnya >>

Seni Pertunjukan dan Nilai Kebangsaan

Karya seni merupakan media untuk menyampaikan pesan. Dengan karya seni, pesan-pesan yang disampai dibungkus dengan nilai-nilai estetis atau keindahan. Maka jadilah pesan yang diamanatkan dalam karya seni terasa tidak mengurui. Pesan dalam karya seni haruslah ditafsirkan oleh penikmatnya.
Di zaman modern ini, menurut pakar futuristik, ada dua yang menjadi identitas bangsa atau wilayah. Pertama, agama dan kedua adalah seni. Di Provinsi Riau, masing-masing daerah atau kabupaten memiliki kekhasan hasil karya seni. Hasil karya seni yang ada di Riau dapat dijadikan media penyampai pesan oleh pemerintah.
Untuk menyampaikan pesan ke tengah masyarakat inilah, Badan Kebangsaan Politik Lingkungan Masyarakat (Kesbangpollimas) Provinsi Riau menggelar Sosialisasi Nesional dan Kebangsaan Melalui Seni dan Budaya Melayu 2012. Pergelaran yang berlangsung pada tanggal 20 Oktober 2012 (malam Ahad), menampilkan pergelaran kesenian dari masing-masing daerah kabupaten/kota se Provinsi Riau. Pergelaran ini berlangsung di Laman Bujang Mat Syam, Bandar Seni Raja Ali Haji. 
Pergelaran seni pertunjukan yang dibungkus dengan tema Sosialisasi Nasionalise dan Kebangsaan ini, menampilkan bermacam seni pertunjukan. Kabupaten Kuansing, menampilkan karya musik yang berjudul Malang Tibo di Badan In D. Dalam sinopsis yang dibacakan oleh MC, bahwa garapan ini berpijak dari tradisi yang ada di Kuansing. Garapan yang digarap oleh Miko, dan didukung 10 pemian musik ini bercerita tentang nasib yang mendera setiap manusia. Permasalahan manusia ini, dapat diatasai apabila manusia itu menyadari bahwa kerja keras merupakan solusi menyelesaikan masalah. Musik yang dimulai dengan alunan mendayu, lalu di tengah keras dan diakhiri dengan alunan mendayu kembali, menyiratkan bahwa hidup  manusia seperti gelombang.  
Kabupaten Rokan Hulu, menyuguhkan karya tari yang berjudul Cegak Latah. Karya tari ini bercerita tentang perjuangan orang kampung mempertahan tanah kelahiran dari penjajah. Dengan sekuat tenaga dan saling membantu mengusir penjajah. Garapan yang ditukangi oleh Erni Lestari ini, sangat energik. Gerakan-gerakan berpariasi dengan komposisi yang harmonis, ditambah musik yang apik, menjadikan karya tari ini memikat dinaikmati.   
Sementara itu, Kabupaten Kampar mengangkat seni tari berjudul Bugagajo (Bujang Gateh Jo Gadih Jongket). Karya tari yang dikemas oleh Elfhera Rosawati ini, mengisahkan bagaimana pemuda-pemudi bersenda gurau dalam mengisi kehidupan ini setelah selesai menjalankan aktivitas sehari-hari. Didukung 5 penari dan 5 pemusik, dalam garapan tari ini, Elfhera mencoba mengeksplorasi kehidupan pemuda dan pemudi kampung dengan kegembiraan.
Kabupaten Indragiri Hilir mementaskan teater garapan Deni Afriadi. Pementasan teater berdurasi 25 menit ini, bercerita bagaimana kebudayaan asing menjadi ‘virus’ mematikan kebudayaan lokal. Mengambil suasana kerajaan, karya teater yang berjudul Mahkota Kebudayaan, dimulai dengan kegelisahan raja menyaksikan generasi muda di kerajaannya kehilangan identitas. Kegelisahan itu bertambah-tambah, ketika menyaksikan putrinya sendiri sudah bergaya seperti remaja bangsa asing. Pementasan ini ditutup dengan harus turun ke masyarakat menyosialisasikan kebudayaan tempatan.
Dua kabupaten lainnya, yaitu Kabupaten Pelalawan dan Indragiri Hulu, menyuguhkan pementasan teater. Kabupaten Pelalawan menggelar pementasan teater berjudul terdampar, Pementasan teater ini mengisahkan perjuangan prajurit-prajurit yang terdampar di hutan, namun semangat untuk mempertahankan negeri ini, tetap membara. Sementara itu, Kabupaten Indragiri Hulu, mengangkat teater berjudul Arti Penting Hidup Sehat, mengabarkan bahwa dari keluargalah memancarkan keharmonisan bernegara.
Pementasan Sosialisasi Nasionalisme dan Kebangsaan Melalui Pertunjukan Seni dan Melayu 2012 yang ditaja Badan Kesbangpollimas ini, ditutup dengan pementasan kelompok musik Belacan Aromatic yang mewakili Provisni Riau. Sebanyak tiga karya musik yang ditukangi Zalfandri alias Matrock dipegelarkan. Pementasan musik ini mampu mengkolaborasikan musik tradisi dengan musik kekinian.                

Baca Selanjutnya >>

Minggu, 14 Oktober 2012

‘Menyeru’ Ediruslan Pe Amanriza


“Pada satu masa nanti, ada orang tua bongkok menggunakan tongkat, berdiri di gapura Bandar Serai dan menyaksikan aktivitas kesenian yang tidak pernah berhenti di sini. Setelah menyaksikan aktivitas kesenian, aku pun akan pergi. Kalau kalian melihat orang tua itu, itulah aku di masa yang akan datang,” ucap Ediruslan Pe Amanriza kepada Al Azhar. Kalimat Almarhum Ediruslan Pe Amanriza ini disampaikan Al Azhar pada acara mengenang Ediruslan Pe Amanriza di Bandar Seni Raja Ali Haji tanggal 3 Oktober yang lalu. Tanggal 3 Oktober, tepatnya 11 tahun yang lalu, Ediruslan Pe Amanriza menghembuskan nafas terakhirnya. Untuk mengenang beliau, beberapa seniman berinisiatif menggelar haul Ediruslan Pe Amanriza ini.
Kalimat Ediruslan Pe Amanriza yang meluncur melalui mulut Al Azhar pada malam itu, memperlihatkan bahwa Ediruslan Pe Amanriza tidak mau disanjung atas kerjanya untuk kesenian. Melihat kesenian tumbuh dan dilakukan oleh generasi muda, merupakan kebanggaan tersendiri bagi beliau. Kesenian merupakan jalan ‘suci’ untuk menjaga tanah ini. Dengan kesenian, semangat terhadap daerah ini terus dikumandangkan.
“Kalau kalian nantinya melihat orang tua berusia 80-an, menggunakan tongkat. Dia memandang dan menyaksikan aktivitas kesenian di Bandar Serai ini, kemudian dia pergi, mungkin itulah penampakan Ediruslan,” ujar Al Azhar sambil tersenyum, namun matanya berkaca-kaca. Sesekali tangannya mengusap air mata yang mau tumpah ke pipinya.  
Mengenang Ediruslan Pe Amanriza di Bandar Serai, tepatnya di ‘Kedai Terselet’ (nama kedai yang selalu diucapkan seniman-seniman yang sering bertandang di kedai itu), walaupun sederhana, namun terasa hikmat dan dapat membongkar memori-memori kenangan bersama Ediruslan semasa hidupnya.
Pada malam itu, sebelum membaca puisi Ediruslan, Ammesa Aryana, salah seorang ‘saksi sejarah’ di Dewan Kesenian Riau, bercerita pengalamannya bersama Almarhum. “Bang Edi tu, necis orangnye. Bagi Bang Edi, kalau ye, kalau tidak, tidak,” ujar Ammesa dengan dialek Melayu yang kental. Ammesa membaca dua puisi Ediruslan dari kumpulan sajak ‘Surat-surat Untuk GN’.
Hadir untuk mengenang Almarhum Ediruslan Pe Amanriza, penyair TM Sum membacakan puisi karya Ediruslan dan puisi diciptakan khusus untuk almarhum. TM Sum merupakan mahasiswa Ediruslan di Fakultas Sastra sekarang Fakultas Ilmu Budaya, Unilak. Selanjutnya, Dewi MN, penyair perempuan Riau, membaca fragman roman Panggil Aku Sakai, karya almarhum.
Al Azhar, orang yang sangat dekat dengan Ediruslan, bercerita mengenai Ediruslan dan kesenian. Pada pengujung cerita Al Azhar, hujan pun turun. Namun kegiatan terus berlangsung. Wakil Gubernur Riau, Mambang Mit dan Chaidir hadir pada acara itu, ikut duduk lesehan di ‘Kedai Terselet’. Hujan semakin lebat, dan listrik pun mati, namun kegiatan tetap berlangsung. Semakin hitmat, tiada senjang lagi, Wakil Gubernur, Mambang Mit, menyatu dengan seniman-seniman pada malam itu.
Benie Riaw menyanyikan lagu ‘Panggil Aku Sakai’, Syaukani al Karim, Fedli Aziz , Yoserizal Zen, ikut membacakan puisi-puisi almarhum, walaupun hujan semakin deras.
Acara mengenang Ediruslan Pe Amanriza, juga diadakan di Fakultas Ilmu Budaya, Unilak pada pagi harinya. Mahasiswa-mahasiswa antusias membacakan karya-karya Almahum Ediruslan Pe Amanriza. Dekan Fakultas Ilmu Buadaya, Dr. Junaidi, S.S, M.Hum, mengatakan bahwa kegiatan mengenang seperti ini harus dilaksanakan terus. “Dengan mengenang tokoh-tokoh terdahulu, kita dapat membongkar semangat yang ada dari orang yang terdahulu untuk diterapkan pada hari ini,” ujar Junaidi.
Di FIB Unilak, sastrawan Riau, Taufik Ikram Jamil, menjelaskan bahwa Ediruslan dikenang, bukan sebagai tokoh politik, tapi beliau dikenang sebagai sastrawan dan budayawan. “Karena beliau berkarya di dunia sastra, kita mengenang beliau pada hari ini,” kata Tuafik Ikram Jamil disambut tepuk tangan mahasiswa.   
  

Baca Selanjutnya >>

“Panggil Aku Ediruslan Pe Amanriza”


Pada tanggal 3 Okotober 2001, 11 tahun yang lalu, Ediruslan Pe Amanriza, budayawan Riau itu menghembuskan nafas terakhirnya. Puisinya berjudul ‘Berpisah Jua Akhirnya Kita Jakarta’, dibacakan ketika jenazah beliau disemayamkan di Dewan Kesenian Riau, Bandar Seni Raja Ali Haji. Hadirin yang menyaksikan peristiwa itu, tak mampu membendung air mata. Bukan sedih berpisah dengan Jakarta, tapi sedih menyaksikan sesosok tubuh kaku yang terbaring di hadapan mereka. Sosok seniman aktif memperjuangkan kesenian di Riau ini telah pergi mendahului. 
Ediruslan Pe Amanriza lahir di Bagansiapi-api, pada tanggal 17 Agustus 1947. Semasa hidupnya, selain menulis karya sastra, beliau juga dikenal seorang tokoh teater di Riau. Sebagai seorang seniman, beliau juga memperjuangkan nasib para seniman dengan menjadi (PLT) Ketua Umum Dewan Kesenian Riau (DKR) masa khidmat 1998-2003. Pada 2001 beliau terpilih menjadi Ketua Umum DKR untuk masa khidmat 2001-2006. Namun belum genap setahun beliau menjabat Ketua Umum DKR, beliau telah kembali kepada Tuhan Sang Pencipta. Jasa beliau jugalah, aktivitas kebudayaan dan kesenian menempati Purna MTQ dan berinama Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai).
Karya-karya sastra Ediruslan Pe Amanriza, seperti novel, selalu menjadi yang terbaik di tingkat nasional. Roman ‘Nakhoda Koyan’ memanangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1977. Pada tahun 1989, roman berjudul ‘Panggil Aku Sakai’ keluar sebagai juara I sayembara yang ditaja DKJ. Roman ‘Dikalahkan Sangsapurba’ juga meraih yang terbaik pada tahun 2000.
Banyak buku yang telah dihasilkan oleh Ediruslan Pe Amanriza, baik itu karya satra maupun esei-esei budaya. Ediruslan juga dikenal dikalangan jurnalistik. Menjadi wartawan baik untuk media yang terbit di Jakarta maupun di daerah. Dengan semangat tinggi di bidang jurnalitik, beliau mendirikan beberapa tabloid dan tabloid yang masih eksis sampai sekarang hasil sentuhan pemikirannya adalah Tabloid Azam.
Di bidang politik, Ediruslan pernah menjadi pengurus Partai Golkar dan pada tahun 1999, beliau terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Riau. Di bidang pendidikan, Beliau pernah menjadi dosen di Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning. Beliau juga tidak pernah berhenti menyemangati generasi muda untuk terus berkarya di bidang seni.
Kini Ediruslan Pe Amanriza telah tiada, namun segala jasanya jangan sampai hilang begitu saja. Untuk mengenang Beliau, pada tanggal 3 Oktober 2012, diadakan kegiatan mengenang Ediruslan Pe Amanriza di dua tempat. Pertama di Fakultas Ilmu Budaya, Unilak, pada pagi sampai siang. Beberapa karya Ediruslan dibacakan pada acara tersebut oleh mahasiswa-mahasiswa. Hadir pada acara tersebut, sastrawan Riau, Taufik Ikram Jamil. Dalam kesempatan itu, Taufik Ikram Jamil menjelaskan bahwa Almarhum Ediruslan Pe Amanriza memiliki dedikasi yang tinggi terhadap seni yang ada di Riau.
Pada malam harinya, mengenang Ediruslan Pe Amanriza di gelar di Bandar Serai, tepatnya di Kedai ‘Terselet’, kedai makanan yang ada di kompleks Bandar Serai tersebut. Puluhan seniman dan budayawan hadir pada acara tersebut. Di acara itu juga, Wakil Gubernur, Mambang Mit, hadir mengikuti mengenang Ediruslan Pe Amanriza. “Panggil Aku Ediruslan Pe Amanriza” nama kegiatan untuk mengenang Almarhum berjalan dengan hikmat. (Bersambung) 

Baca Selanjutnya >>