Kamis, 20 Juni 2013

Teater MATAN Mentas Di Okura


Dalam kegiatan penghijauan/penanaman pohon di pinggir Sungai Siak, tepatnya di Okura, Kelurahan Tebing Tinggi, Kecamatan Rumbai Pesisir, Pekanbaru, WWF Riau mengajak Teater MATAN mengisi acara Panggung Seni Rakyat (20 Juni 2013). Kesempatan emas ini tidak disia-siakan oleh Teater MATAN. Teater MATAN pun menggarap naskah berjudul ‘Merangkai Mimpi’.
Cerita ini berkisah tentang dua keluarga yang hidup di pinggir Sungai Siak sedang dihadapi masalah himpitan ekonomi. Penyebab utama susahnya hidup mereka dikarenakan sungai tidak bersahabat lagi dengan mereka. Ikan-ikan yang menjadi kekuatan ekonomi mereka selama ini, sangat sulit didapatkan lagi.
Cerita sedih ini dikemas dengan komedi. Aktor dan atris Teater MATAN, Syaripuddin, Ridwan Mustawa, Siti Aminah, Rohasimah, Jamaluddin dan Erik, mampu mengajak penonton tertawa terbahak-bahak. Walikota Pekanbaru, Ir. Firdaus, MT, yang menghadiri acara tersebut, beberapa kali tersenyum senang.
“Kami sangat senang dapat mentas di kampung seperti Okura ini. Sudah lama kami berkeinginan mentas di kampung-kampung, namun disebabkan biaya, kami belum bisa mewujudkannya,” ujar Monda Gianes Sekretaris Teater MATAN.
“Kami mengucapkan terima kasih kepada WWF yang telah mempercayai kami untuk mengisi acara. Mudah-mudahan kerjasama seperti ini, terus berlanjut di masa-masa akan datang,” tambah Monda.  

Baca Selanjutnya >>

Selasa, 18 Juni 2013

Penonton dan Pementasan Teater di Pekanbaru


         
Pementasan Teater Payung Hitam yang berjudul Segera dan disutrdarai oleh teaterawan terkemukan Indonesia, Rahman Sabur, seakan pempertegaskan bahwa di Riau, khususnya Kota Pekanbaru, penonton teater sudah terbentuk. Malam pementasan teater ‘Segera’ tidak kurang 550-an penonton hadir. Kebenaran ini dapat dilihat dari penuhnya kursi yang ada di Anjung Seni Idrus Tintin. Jumlah kursi yang ada di Anjung Seni Idrus Tintin itu berjumlah 600 kursi dan pada malam itu, 18 Juni 2013, hanya beberapa saja yang tidak terisi.
Melihat penonton yang hadir malam itu, Rahman Sabur, sang sutradara ‘Segera’, sangat terkejut. Rahman Sabur tidak menyangka bahwa penonton teater di Pekanbaru sangat antusias. “Saya benar-benar tidak menyangka bahwa di Pekanbaru penonton teater sudah seperti ini. Saya benar-benar puas,” ujar Rahman Sabur setelah pementasannya.
Memang belakangan ini, pementasan teater di Pekanbaru memuaskan dari segi kuantatif. Setiap pergelaran teater yang diadakan baik itu di Anjung Seni Idrus Tintin, maupun di Taman Budaya Riau, penonton selalu ramai. Banyaknya penonton teater sudah berlangsung 3 tahun belakangan ini. Fenomena ini disebabkan banyaknya pekerja teater di Pekanbaru berprofesi sebagai guru. Mereka-mereka inilah yang mengerah masa dari sekolah-sekolah dimana mereka mengajar.
Bukan sesuatu yang salah menyuruh siswa-siswa untuk mengapresiasi pementasan teater, malahan langkah ini merupakan hal positif bagi generasi muda. Dalam pementasan teater, mereka secara tidak langsung diajar untuk menafsirkan peristiwa kehidupan di atas panggung, sehingga mendapat bekal untuk lebih arif dan bijaksana menyingkapi kehidupan ini. Bagaimanapun pementasan teater merupakan peristiwa kehidupan yang berangkat dari kenyataan hidup manusia.
Belakangan ini, walaupun penonton teater di Pekanbaru didominasi pelajar dan mahasiswa, namun apresiasi dan penghargaan mereka terhadap pementasan teater sudah terbangun. Hal ini terbukti pada pementasan Teater Payung Hitam yang disutrdarai Rahman Sabur, penonton leih kurang 550 orang tersebut, dengan seksama menyaksikan pergelaran. Apabila ada sedikit saja suara dari penonton, maka secara spontan ada yang menegur dengan sahutan ‘sssssttttt’. “Saya sudah beberapa kali nonton pementasan teater, terasa asik dan memuaskan hati. Dan saya terasa terganggu kalau ada yang ribut-ribut,” ujar Budi salah seorang siswa SMA di Pekabaru.
Pementasan teater dan penonton merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. Pementasa teater diciptakan untuk disaksikan penonton, dan penonton dipersilakan memunggah makna dari pementasan tersebut. Penonton teater di Kota Pekanbaru, sudah menganggap pementasan teater merupakan tontonan yang menghibur hati dan juga dapat dijadikan pelajaran.
Mudah-mudahan pemetasan teater di Pekanbaru tidak mati suri lagi seperti masa lalu disebabkan penonton tidak ada. Namun demikian pekerja teater harus bekerja ekstra lagi sehingga pementasan teater yang dipegelarkan tidak asal-asalan. Penonton teater yang menyaksikan pementasan teater itu merogoh kocek 20-25 ribu. Apabila pementasan teater tidak menarik, maka siap-siaplah pementasan teater di Pekanbaru kembali tidak ada penonton.   


Baca Selanjutnya >>

‘Segera’ Potret Kehidupan


Pementasan Teater Payung Hitam Bandung di Anjug Seni Idrus Tintin

Kejatuhan membuka jalan kehidupan, namun perjalanan yang dimulai dari kejatuhan memiliki banyak rintangan. Manusia tidak bisa mengelak, kehidupan ‘memaksa’ manusia terus berjalan dan berjalan untuk menemukan kesejatian sebagai manusia. Rintangan demi rintangan menjadi fragmen-fragmen peristiwa dan sekaligus menjadi pengalaman manusia itu sendiri.
Maka pada waktu yang terbentang, setiap manusia terus memperlihatkan kesunguhan untuk melepaskan diri dari kejatuhan. Membongkar segala potensi yang dimiliki dan memunculkan eksistensi sosok individualisme untuk menguasai. Dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi, manusia harus segera melakukan sesuatu, sebelum sesuatu itu menjadi ancaman bahaya. Segera ambil tindakan, sebelum tindakan lain mencelakakan diri. Segera membiasa diri dengan kekecauan, sebelum kekacauan lainnya mengepung ruang gerak, lingkungan dan hidup. Segera melakukan sesuatu untuk hidup yang lebih baik, sebelum besok tak ada lagi hari baik. Sebuah ironisme kehidupan saat ini.    
Inilah kesan yang ditangkap dari pementasan Teater Payung Hitam dari Bandung yang mengangkat naskah berjudul Segera, sutradra Rahman Sabur, di Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Serai, 18 Juni 2013. Pementasan berdurasi 35 menit ini, memotret peristiwa-peristiwa manusia untuk melakukan sesuatu dengan segera sebelum terlambat.
Seperti pementasan-pementasan sebelumnya, Teater Payung Hitam, mengomunikasikan gagasan atau pesan melalui gerak tubuh. Aktor tidak menggunakan bahasa lisan, melainkan menggunakan bahasa yang muncul dari gerak tubuh manusia. Tiada satu pun bahasa ucap yang melompat dari mulut aktor di atas panggung. Ini merupakan gaya pementasan kelompok Teater Payung Hitam sejak dulu, bercerita menggunakan tubuh manusia.
Dalam pementasan berjudul ‘Segera’ ini, Rahman Sabur (sutradara) berkolaborasi dengan aktor teater sirkus Camille Boitel dari Perancis. Pementasan ini pun dikemas seperti sirkus, penuh kejutan di tiap adegan. Botol-botol yang terbuat dari plastik berjatuhan dari atas panggung. Aktor-aktor beraksi seperti badut menciptakan gerak yang membuat penonton tertawa. Inilah Teater Payung Hitam dengan gaya sirkus di atas panggung.
Walaupun menggunakan gaya sirkus, namun pesan yang hendak disampai kepada penonton tetap ada. Memang untuk menangkap pesan dari pementasan Teater Payung Hitam, penonton harus ekstra menggunakan pikiran. Sebab pesan yang disampaikan itu dibungkus dengan berbagai macam simbol. Selain gerak tubuh aktor, setting dan juga properti yang digunakan menyimbolkan pesan-pesan.
Tidak heranlah apabila banyak penonton yang menyaksikan pementasan teater pada malam itu, merasa ada sesuatu yang tidak terpecahkan. Hal ini disebabkan, penonton Pekanbaru biasanya disuguhkan pementasan teater yang menggunakan dialog-dialog yang diucapkan oleh aktor. Namun demikian, disepanjang pementasan Rahman Sabur ini, tidak ada penonton yang keluar dari gedung seni Idrus Tintin tersebut. Inilah kepiawaian Rahman Sabur meramu pementasan teater. Rahman Sabur menyadari bahwa manusia atau penonton memerlukan kejutan-kejutan, sehingga mereka ingin mengetahui kelanjutan dari kejutan tersebut.

Baca Selanjutnya >>