Pementasan Teater Payung Hitam Bandung
di Anjug Seni Idrus Tintin
Kejatuhan
membuka jalan kehidupan, namun perjalanan yang dimulai dari kejatuhan memiliki
banyak rintangan. Manusia tidak bisa mengelak, kehidupan ‘memaksa’ manusia
terus berjalan dan berjalan untuk menemukan kesejatian sebagai manusia. Rintangan
demi rintangan menjadi fragmen-fragmen peristiwa dan sekaligus menjadi
pengalaman manusia itu sendiri.
Maka pada waktu
yang terbentang, setiap manusia terus memperlihatkan kesunguhan untuk
melepaskan diri dari kejatuhan. Membongkar segala potensi yang dimiliki dan
memunculkan eksistensi sosok individualisme untuk menguasai. Dalam mengatasi
masalah yang sedang dihadapi, manusia harus segera melakukan sesuatu, sebelum sesuatu
itu menjadi ancaman bahaya. Segera ambil tindakan, sebelum tindakan lain
mencelakakan diri. Segera membiasa diri dengan kekecauan, sebelum kekacauan
lainnya mengepung ruang gerak, lingkungan dan hidup. Segera melakukan sesuatu
untuk hidup yang lebih baik, sebelum besok tak ada lagi hari baik. Sebuah ironisme
kehidupan saat ini.
Inilah kesan
yang ditangkap dari pementasan Teater Payung Hitam dari Bandung yang mengangkat
naskah berjudul Segera, sutradra Rahman Sabur, di Anjung Seni Idrus Tintin,
Bandar Serai, 18 Juni 2013. Pementasan berdurasi 35 menit ini, memotret
peristiwa-peristiwa manusia untuk melakukan sesuatu dengan segera sebelum
terlambat.
Seperti
pementasan-pementasan sebelumnya, Teater Payung Hitam, mengomunikasikan gagasan
atau pesan melalui gerak tubuh. Aktor tidak menggunakan bahasa lisan, melainkan
menggunakan bahasa yang muncul dari gerak tubuh manusia. Tiada satu pun bahasa
ucap yang melompat dari mulut aktor di atas panggung. Ini merupakan gaya
pementasan kelompok Teater Payung Hitam sejak dulu, bercerita menggunakan tubuh
manusia.
Dalam pementasan
berjudul ‘Segera’ ini, Rahman Sabur (sutradara) berkolaborasi dengan aktor
teater sirkus Camille Boitel dari Perancis. Pementasan ini pun dikemas seperti
sirkus, penuh kejutan di tiap adegan. Botol-botol yang terbuat dari plastik berjatuhan
dari atas panggung. Aktor-aktor beraksi seperti badut menciptakan gerak yang
membuat penonton tertawa. Inilah Teater Payung Hitam dengan gaya sirkus di atas
panggung.
Walaupun menggunakan
gaya sirkus, namun pesan yang hendak disampai kepada penonton tetap ada. Memang
untuk menangkap pesan dari pementasan Teater Payung Hitam, penonton harus
ekstra menggunakan pikiran. Sebab pesan yang disampaikan itu dibungkus dengan berbagai
macam simbol. Selain gerak tubuh aktor, setting dan juga properti yang
digunakan menyimbolkan pesan-pesan.
Tidak heranlah
apabila banyak penonton yang menyaksikan pementasan teater pada malam itu,
merasa ada sesuatu yang tidak terpecahkan. Hal ini disebabkan, penonton
Pekanbaru biasanya disuguhkan pementasan teater yang menggunakan dialog-dialog
yang diucapkan oleh aktor. Namun demikian, disepanjang pementasan Rahman Sabur
ini, tidak ada penonton yang keluar dari gedung seni Idrus Tintin tersebut. Inilah
kepiawaian Rahman Sabur meramu pementasan teater. Rahman Sabur menyadari bahwa
manusia atau penonton memerlukan kejutan-kejutan, sehingga mereka ingin
mengetahui kelanjutan dari kejutan tersebut.
Baca Selanjutnya >>