Selasa, 01 Oktober 2013

Aktor dan “Penipu” yang Jujur



Deni Afriadi

“Apakah anda senang ditipu?”.
Kalimat di atas jika dilontarkan kepada pribadi kita masing-masing pasti akan menjawab “tidak”. Ya, tidak ada seorang pun manusia yang ingin ditipu dalam hidupnya karna penipuan adalah bentuk kejahatan yang sangat merugikan. Bahkan undang-undang negarapun merumuskan hukuman terhadap kasus penipuan. Tetapi mengapa kita malah merasa bosan ataupun mencela jika menyaksikan suatu sinetron, film ataupun pertunjukan teater yang dimainkan oleh pemeran (aktor/aktris) yang tidak mampu berakting dengan maksimal. Padahal kita menyadari bahwa akting adalah tipuan. Berarti jika kita mengagumi akting aktor/aktris, secara tidak langsung kita juga senang untuk ditipu. Sebaliknya “jujur” merupakan salah satu sifat terpuji yang dikagumi dan didambakan oleh setiap manusia. Tidak mudah melakukan kejujuran apalagi ketika kejujuran tersebut dihadapi dengan pilihan. Nah, bagaimana seandainya jika seseorang melakukan kedua sifat tersebut dalam waktu dan keadaan yang bersamaan? Mungkin akan dapat penilaian 50:50 jika dihadapkan dengan dosa dan pahala.
Tidak mudah menjadi seorang penipu yang jujur. Keselarasan antara fisik, vokal maupun rasa terasa kurang memadai tanpa adanya kecerdasan yang digunakan dengan cepat, cermat dan tepat. Oleh karena itu proses secara langsung maupun tidak langsung harus mampu dilakukan oleh seorang calon aktor untuk menemukan kejujurannya dalam ‘menipu’. Proses secara langsung bisa dilakukan dengan meluangkan beberapa waktu untuk memfokuskan diri pada target-target yang ingin dicapai dalam pecarian aktingnya. Hal ini lebih berkenaan dengan eksplorasi dan apresiasi. Proses secara tidak langsung ialah kecermatan dalam menyimpulkan peristiwa-peristiwa yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari.
Jika seseorang ingin belajar berenang, tidak akan mampu dengan cara semata membaca buku renang profesional tanpa adanya usaha untuk menyeburkan diri ke dalam kolam. Begitu juga halnya dengan akting. Akting tidak bisa dipelajari semata dengan membaca teori-teorinya tanpa ada usaha untuk melakukannya. Memang banyak buku-buku pembelajaran keaktoran yang beredar di tengah-tengah masyarakat. Di Indonesia saja ada beberapa contoh buku pembelajaran akting seperti yang telah ditulis oleh tokoh-tokoh teater seperti WS Rendra dengan “Bermain Drama”, Eka D Sitorus dengan “The Art Of Acting”, Suyatna Anirun dengan “Menjadi Aktor” dan lain sebagainya. Segala pembelajaran ini tiada bermakna tanpa adanya aktion dari pelakunya sendiri.
Kepuasan seorang penonton “akting” terletak pada ketika ia merasa mampu telah ditipu dengan jujur. Jujur yang dimaksudkan ialah sang aktor mampu membuat penontonya merasa marah, sedih, gembira dan sebagainya dengan tipuan yang jujur dan bukan dengan kesan yang dibuat-buat. Sesuatu hal yang keluar dengan jujur tentu akan lebih memiliki simpatik jika dibandingkan dengan suatu hal yang direkayasa. Kejujuran inilah yang diharapkan mampu dimiliki setiap aktor/aktris. Memang bukanlah kerja yang mudah untuk menjadikan suatu tipuan mampu dirasakan jujur oleh penonton. Pemilihan intonasi, diksi, mimik, dan bahasa tubuh yang pas harus dipersiapkan dengan matang agar mampu menjadi ‘penipu’ yang handal. Sebab konsep akting ialah meyakinkan penonton, sebelum meyakinkan penonton tentunya sang aktor/aktris harus mampu meyakinkan dirinya sendiri terlebih dahulu. Akting memanglah sebuah tipuan, namun diharapkan menjadi tipuan yang mampu membuat kita bercermin akan pribadi kita maupun sosial masyarakat lingkungan dimana kita hidup.

Pekanbaru, 06 Maret 2013

Baca Selanjutnya >>