Selasa, 18 Juni 2013

‘Segera’ Potret Kehidupan


Pementasan Teater Payung Hitam Bandung di Anjug Seni Idrus Tintin

Kejatuhan membuka jalan kehidupan, namun perjalanan yang dimulai dari kejatuhan memiliki banyak rintangan. Manusia tidak bisa mengelak, kehidupan ‘memaksa’ manusia terus berjalan dan berjalan untuk menemukan kesejatian sebagai manusia. Rintangan demi rintangan menjadi fragmen-fragmen peristiwa dan sekaligus menjadi pengalaman manusia itu sendiri.
Maka pada waktu yang terbentang, setiap manusia terus memperlihatkan kesunguhan untuk melepaskan diri dari kejatuhan. Membongkar segala potensi yang dimiliki dan memunculkan eksistensi sosok individualisme untuk menguasai. Dalam mengatasi masalah yang sedang dihadapi, manusia harus segera melakukan sesuatu, sebelum sesuatu itu menjadi ancaman bahaya. Segera ambil tindakan, sebelum tindakan lain mencelakakan diri. Segera membiasa diri dengan kekecauan, sebelum kekacauan lainnya mengepung ruang gerak, lingkungan dan hidup. Segera melakukan sesuatu untuk hidup yang lebih baik, sebelum besok tak ada lagi hari baik. Sebuah ironisme kehidupan saat ini.    
Inilah kesan yang ditangkap dari pementasan Teater Payung Hitam dari Bandung yang mengangkat naskah berjudul Segera, sutradra Rahman Sabur, di Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Serai, 18 Juni 2013. Pementasan berdurasi 35 menit ini, memotret peristiwa-peristiwa manusia untuk melakukan sesuatu dengan segera sebelum terlambat.
Seperti pementasan-pementasan sebelumnya, Teater Payung Hitam, mengomunikasikan gagasan atau pesan melalui gerak tubuh. Aktor tidak menggunakan bahasa lisan, melainkan menggunakan bahasa yang muncul dari gerak tubuh manusia. Tiada satu pun bahasa ucap yang melompat dari mulut aktor di atas panggung. Ini merupakan gaya pementasan kelompok Teater Payung Hitam sejak dulu, bercerita menggunakan tubuh manusia.
Dalam pementasan berjudul ‘Segera’ ini, Rahman Sabur (sutradara) berkolaborasi dengan aktor teater sirkus Camille Boitel dari Perancis. Pementasan ini pun dikemas seperti sirkus, penuh kejutan di tiap adegan. Botol-botol yang terbuat dari plastik berjatuhan dari atas panggung. Aktor-aktor beraksi seperti badut menciptakan gerak yang membuat penonton tertawa. Inilah Teater Payung Hitam dengan gaya sirkus di atas panggung.
Walaupun menggunakan gaya sirkus, namun pesan yang hendak disampai kepada penonton tetap ada. Memang untuk menangkap pesan dari pementasan Teater Payung Hitam, penonton harus ekstra menggunakan pikiran. Sebab pesan yang disampaikan itu dibungkus dengan berbagai macam simbol. Selain gerak tubuh aktor, setting dan juga properti yang digunakan menyimbolkan pesan-pesan.
Tidak heranlah apabila banyak penonton yang menyaksikan pementasan teater pada malam itu, merasa ada sesuatu yang tidak terpecahkan. Hal ini disebabkan, penonton Pekanbaru biasanya disuguhkan pementasan teater yang menggunakan dialog-dialog yang diucapkan oleh aktor. Namun demikian, disepanjang pementasan Rahman Sabur ini, tidak ada penonton yang keluar dari gedung seni Idrus Tintin tersebut. Inilah kepiawaian Rahman Sabur meramu pementasan teater. Rahman Sabur menyadari bahwa manusia atau penonton memerlukan kejutan-kejutan, sehingga mereka ingin mengetahui kelanjutan dari kejutan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar