Minggu, 14 Oktober 2012

“Panggil Aku Ediruslan Pe Amanriza”


Pada tanggal 3 Okotober 2001, 11 tahun yang lalu, Ediruslan Pe Amanriza, budayawan Riau itu menghembuskan nafas terakhirnya. Puisinya berjudul ‘Berpisah Jua Akhirnya Kita Jakarta’, dibacakan ketika jenazah beliau disemayamkan di Dewan Kesenian Riau, Bandar Seni Raja Ali Haji. Hadirin yang menyaksikan peristiwa itu, tak mampu membendung air mata. Bukan sedih berpisah dengan Jakarta, tapi sedih menyaksikan sesosok tubuh kaku yang terbaring di hadapan mereka. Sosok seniman aktif memperjuangkan kesenian di Riau ini telah pergi mendahului. 
Ediruslan Pe Amanriza lahir di Bagansiapi-api, pada tanggal 17 Agustus 1947. Semasa hidupnya, selain menulis karya sastra, beliau juga dikenal seorang tokoh teater di Riau. Sebagai seorang seniman, beliau juga memperjuangkan nasib para seniman dengan menjadi (PLT) Ketua Umum Dewan Kesenian Riau (DKR) masa khidmat 1998-2003. Pada 2001 beliau terpilih menjadi Ketua Umum DKR untuk masa khidmat 2001-2006. Namun belum genap setahun beliau menjabat Ketua Umum DKR, beliau telah kembali kepada Tuhan Sang Pencipta. Jasa beliau jugalah, aktivitas kebudayaan dan kesenian menempati Purna MTQ dan berinama Bandar Seni Raja Ali Haji (Bandar Serai).
Karya-karya sastra Ediruslan Pe Amanriza, seperti novel, selalu menjadi yang terbaik di tingkat nasional. Roman ‘Nakhoda Koyan’ memanangi sayembara penulisan roman Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1977. Pada tahun 1989, roman berjudul ‘Panggil Aku Sakai’ keluar sebagai juara I sayembara yang ditaja DKJ. Roman ‘Dikalahkan Sangsapurba’ juga meraih yang terbaik pada tahun 2000.
Banyak buku yang telah dihasilkan oleh Ediruslan Pe Amanriza, baik itu karya satra maupun esei-esei budaya. Ediruslan juga dikenal dikalangan jurnalistik. Menjadi wartawan baik untuk media yang terbit di Jakarta maupun di daerah. Dengan semangat tinggi di bidang jurnalitik, beliau mendirikan beberapa tabloid dan tabloid yang masih eksis sampai sekarang hasil sentuhan pemikirannya adalah Tabloid Azam.
Di bidang politik, Ediruslan pernah menjadi pengurus Partai Golkar dan pada tahun 1999, beliau terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Riau. Di bidang pendidikan, Beliau pernah menjadi dosen di Fakultas Sastra, sekarang Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning. Beliau juga tidak pernah berhenti menyemangati generasi muda untuk terus berkarya di bidang seni.
Kini Ediruslan Pe Amanriza telah tiada, namun segala jasanya jangan sampai hilang begitu saja. Untuk mengenang Beliau, pada tanggal 3 Oktober 2012, diadakan kegiatan mengenang Ediruslan Pe Amanriza di dua tempat. Pertama di Fakultas Ilmu Budaya, Unilak, pada pagi sampai siang. Beberapa karya Ediruslan dibacakan pada acara tersebut oleh mahasiswa-mahasiswa. Hadir pada acara tersebut, sastrawan Riau, Taufik Ikram Jamil. Dalam kesempatan itu, Taufik Ikram Jamil menjelaskan bahwa Almarhum Ediruslan Pe Amanriza memiliki dedikasi yang tinggi terhadap seni yang ada di Riau.
Pada malam harinya, mengenang Ediruslan Pe Amanriza di gelar di Bandar Serai, tepatnya di Kedai ‘Terselet’, kedai makanan yang ada di kompleks Bandar Serai tersebut. Puluhan seniman dan budayawan hadir pada acara tersebut. Di acara itu juga, Wakil Gubernur, Mambang Mit, hadir mengikuti mengenang Ediruslan Pe Amanriza. “Panggil Aku Ediruslan Pe Amanriza” nama kegiatan untuk mengenang Almarhum berjalan dengan hikmat. (Bersambung) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar