Pada tanggal 3
Okotober 2001, 11 tahun yang lalu, Ediruslan Pe Amanriza, budayawan Riau itu
menghembuskan nafas terakhirnya. Puisinya berjudul ‘Berpisah Jua Akhirnya Kita
Jakarta’, dibacakan ketika jenazah beliau disemayamkan di Dewan Kesenian Riau,
Bandar Seni Raja Ali Haji. Hadirin yang menyaksikan peristiwa itu, tak mampu
membendung air mata. Bukan sedih berpisah dengan Jakarta, tapi sedih
menyaksikan sesosok tubuh kaku yang terbaring di hadapan mereka. Sosok seniman
aktif memperjuangkan kesenian di Riau ini telah pergi mendahului.
Ediruslan Pe
Amanriza lahir di Bagansiapi-api, pada tanggal 17 Agustus 1947. Semasa
hidupnya, selain menulis karya sastra, beliau juga dikenal seorang tokoh teater
di Riau. Sebagai seorang seniman, beliau juga memperjuangkan nasib para seniman
dengan menjadi (PLT) Ketua Umum Dewan Kesenian Riau (DKR) masa khidmat
1998-2003. Pada 2001 beliau terpilih menjadi Ketua Umum DKR untuk masa khidmat
2001-2006. Namun belum genap setahun beliau menjabat Ketua Umum DKR, beliau
telah kembali kepada Tuhan Sang Pencipta. Jasa beliau jugalah, aktivitas
kebudayaan dan kesenian menempati Purna MTQ dan berinama Bandar Seni Raja Ali
Haji (Bandar Serai).
Karya-karya
sastra Ediruslan Pe Amanriza, seperti novel, selalu menjadi yang terbaik di
tingkat nasional. Roman ‘Nakhoda Koyan’ memanangi sayembara penulisan roman
Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1977. Pada tahun 1989, roman berjudul
‘Panggil Aku Sakai’ keluar sebagai juara I sayembara yang ditaja DKJ. Roman
‘Dikalahkan Sangsapurba’ juga meraih yang terbaik pada tahun 2000.
Banyak buku yang
telah dihasilkan oleh Ediruslan Pe Amanriza, baik itu karya satra maupun
esei-esei budaya. Ediruslan juga dikenal dikalangan jurnalistik. Menjadi
wartawan baik untuk media yang terbit di Jakarta maupun di daerah. Dengan
semangat tinggi di bidang jurnalitik, beliau mendirikan beberapa tabloid dan
tabloid yang masih eksis sampai sekarang hasil sentuhan pemikirannya adalah
Tabloid Azam.
Di bidang
politik, Ediruslan pernah menjadi pengurus Partai Golkar dan pada tahun 1999,
beliau terpilih menjadi Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Riau. Di bidang
pendidikan, Beliau pernah menjadi dosen di Fakultas Sastra, sekarang Fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Lancang Kuning. Beliau juga tidak pernah berhenti
menyemangati generasi muda untuk terus berkarya di bidang seni.
Kini Ediruslan
Pe Amanriza telah tiada, namun segala jasanya jangan sampai hilang begitu saja.
Untuk mengenang Beliau, pada tanggal 3 Oktober 2012, diadakan kegiatan
mengenang Ediruslan Pe Amanriza di dua tempat. Pertama di Fakultas Ilmu Budaya,
Unilak, pada pagi sampai siang. Beberapa karya Ediruslan dibacakan pada acara
tersebut oleh mahasiswa-mahasiswa. Hadir pada acara tersebut, sastrawan Riau,
Taufik Ikram Jamil. Dalam kesempatan itu, Taufik Ikram Jamil menjelaskan bahwa
Almarhum Ediruslan Pe Amanriza memiliki dedikasi yang tinggi terhadap seni yang
ada di Riau.
Pada malam
harinya, mengenang Ediruslan Pe Amanriza di gelar di Bandar Serai, tepatnya di
Kedai ‘Terselet’, kedai makanan yang ada di kompleks Bandar Serai tersebut.
Puluhan seniman dan budayawan hadir pada acara tersebut. Di acara itu juga,
Wakil Gubernur, Mambang Mit, hadir mengikuti mengenang Ediruslan Pe Amanriza.
“Panggil Aku Ediruslan Pe Amanriza” nama kegiatan untuk mengenang Almarhum
berjalan dengan hikmat. (Bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar